DEFINISI DAN PATOFISIOLOGI ASMA
I.
DEFINISI
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan napas pendek.
Asma bronkial adalah
penyempitan bronkus yang bersifat reversibel yang terjadi oleh karena bronkus
yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen.
Asma dapat dibagi dalam 3
kategori, yaitu:
1. ASMA EKSTRINSIK ATAU
ALERGIK
Asma
alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap alergen (biasanya protein)
dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, spora jamur, debu,
serat kain atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat.
Pajanan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, dapat
mengakibatkan serangan asma.
2. ASMA INTRINSIK ATAU
IDIOPATIK
Ditandai dengan sering tidak ditemukannya faktor-faktor
pencetus yang jelas. Faktor non spesifik (seperti flu biasa, latihan fisik atau
emosi). Lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun dan serangan timbul sesudah
infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronkial. Makin lama serangan
makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya keadaan ini berlanjut menjadi
bronkitis kronik dan kadang-kadang emfisema.
3. ASMA CAMPURAN
Terdiri
dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan intrinsik. Sebagian besar pasien
asma intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk campuran; anak yang menderita asma
ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa muda.
II.
PATOFISIOLOGI ASMA
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk
terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel
mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator)
seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi
otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran
mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi
paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vegal melalui sistem
parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin
ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi yang dibahas diatas.
Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon
parasimpatis.
Setelah pasien terpajan alergen
penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea. Pasien merasa
seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan
tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi.
Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit
untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan
terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan
tertentu pada saat ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian
distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan
timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien
berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum
berwarna keputih-putihan.
Daftar
Pustaka:
11. Price AS, Wilson ML., 2006. Pola Obstruktif
pada Penyakit Pernapasan. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. EGC. 784-5.
22. Rab, Tabrani
H., 2010. Asma Bronkiale. Dalam: Ilmu penyakit Paru. Trans Info Media, jakarta.
377, 380,383